Tips Menyenangkan untuk Bersedih

Andai tak ada kesepakatan tak tertulis antar para laki-laki untuk tidak saling memedulikan perasaannya masing-masing, pemuda R pasti akan menghampiri pemuda K, memberikan senyumnya yang paling sederhana lalu menepuk pundaknya sambil berkata, “Ada apa?”

Dan pemuda K pun takkan menjawab karena ia lebih senang sesunggukan mengikuti irama tangisannya.

Setengah jam yang lalu, pemuda K wara-wiri dari satu situs ke situs lain. Ia ingin menonton film yang ia sudah tonton dua tahun lalu tapi ia lupa sama sekali apa judulnya. Yang ia ingat betul adalah, setengah jam terakhir film itu membuat ia menangis, seperti seorang anak sulung pertama kali melihat foto bapak kesayangannya ada di sampul buku Yasin.

Film itu bercerita tentang seorang pewarta foto perang. Ia wanita. Semakin lama, suaminya semakin mengutuk profesinya itu. Siapa pula keluarga yang mau ditinggal pergi dalam kurun waktu yang lama, dan tak pernah jelas bisa pulang ke rumah atau ke makam. Pun, durasi kerjanya yang lama itu kerap bikin si suami keki membohongi syahwat barangkali. Di setengah jam terakhir itu, si pewarta foto dirundung dilema luar biasa: gantung kamera, atau ia akan kehilangan keluarga. Manusia memang tak diciptakan untuk bisa memelihara dua cinta sekaligus, agaknya. Jadi, ia harus memilih.

Kau tahu lah pasti, menentukan pilihan bukanlah perkara membunuh semut. Dalam Pilkada saja butuh proses setengah hingga satu tahun sebelum akhirnya kita masuk ke bilik dan menentukan nasib kota yang tinggali.

Menyelesaikan dilema dalam tempo sesingkat-singkatnya adalah kekusutan paripurna yang tak ada nikmat-nikmatnya. Hidup rasa lara.

Empat puluh menit yang lalu, sepuluh menit sebelum akhirnya ia memutuskan untuk mencari film itu, pemuda R membuka playlist musiknya. Mencari lagu instrumental yang paling sendu yang ia punya. Tapi ketika lagu ditemukan, ia malah tak jadi mendengarkannya. Headset-nya tertinggal di saku jaket yang tadi ia pinjamkan ke pacarnya, katanya.

Bagi pemuda K, mendengarkan musik tanpa menggunakan headset itu rasanya seperti makan kol goreng tanpa pecel, nasi uduk, serta sambal kacangnya. Perumpaan yang buruk memang, tapi begitulah adanya.

Jika musik adalah imajinasi, maka headset itu adalah pintu ajaib yang bisa mengantarkannya ke suasana hati seperti apapun yang ia mau.

Dan yang ia inginkan adalah menangis.

Keinginan yang sepele sebenarnya, sesepele keinginan membeli Momogi satu dus sekaligus di warung seberang rumah. Tapi begitulah hidup barangkali, hal-hal yang sepele dibungkus-bungkus dengan kantung kresek hitam lalu disembunyikan di lubuk laci yang paling dalam.

Satu jam sebelumnya, dua jam sebelumnya, berhari-hari sebelumnya, dst. Pemuda K selalu mengelak. Ketika keinginan itu datang, ia menonton teve pura-pura butuh tahu berita hari itu; atau membaca koran lalu mengisi teka-teki silang, pura-pura akan terbiasa mencerdaskan pikirannya dalam waktu kilat, atau bekerja, pura-pura merasa bahwa itulah tugas utama sebagai manusia.

“Kau tahu, kan,” kata pemuda R sambil menawarkan selembar uang seratus ribuan baru kepada pemuda K untuk mengusap air mata,”tak ada manusia yang kebal dari perasaannya sendiri.”

“Tapi,” pemuda K lirih menjawab sambil menerima uang itu lalu merobeknya,”Ini perasaannya berdua.”

Mereka berdua cekikikan di pinggir jalan pada tengah malam buta.

 

Satu tanggapan untuk “Tips Menyenangkan untuk Bersedih”

  1. Bang, bahasa nya terlalu tinggi. Otak gua belum mampu mengimbangi nyaaaa 😂😂😂😂

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: