Sekitar pukul 09 pagi, di Senin (12/12) yang libur itu, saya dapat kabar. “Gramedia.com ikutan Harbolnas juga, tuh.”
Sambil kaget, saya langsung meniliknya. Astaga, udah gila kali nih, Gramedia, pikir saya saat itu. Novel O karangan Eka Kurniawan yang selalu saya tunda beli karena harganya mahal, melesat turun harga menjadi Rp 29.000–sebelumnya Rp 90.000. Begitu juga dengan kumpulan cerita pendeknya. Rerata hanya Rp 15 ribu.
Saya yang sering mengikuti obral buku Gramedia heran. Buku-buku terbitan Kompas Gramedia yang populer, tuh, jarang banget direlakan masuk ke rak obral. Lah, di Harbolnas kemarin, nyaris semua buku mereka sunat harganya.
Setelah beres pilih-pilih buku (dengan impulsif pastinya), dan rampung bayar dengan kartu kredit, satu-satunya metode pembayaran yang mereka ampu untuk Harbolnas ini, saya mengabarkan ke groupchat para wartawan SMA.
“Kalau ada yang mau, sebut saja judul bukunya dan sertakan link-nya. Nanti pembayarannya biar lewat gue dulu,” kira-kira begitu pesan saya yang kemudian disambut ramai. Saya yakin, anak-anak SMA ini sama kekinya dengan saya kalau udah berurusan dengan harga buku. Padahal, membutuhkannya.
Ada yang memesan komik dari urutan awal sampai ke-20an, ada yang memborong buku kumpulan pembahasan soal-soal ujian, dan ada juga yang mau beli novel: buku Dilan, novelnya Ika Natasha dan Tere Liye termasuk yang sering disebut.
Sampai di situ, apa yang dilakukan Gramedia saya anggap derma yang luar biasa. Niat baik yang perlu digadang.
Hingga akhirnya di pukul 11.00, laman Gramedia.com susah sekali diakses. Lemot luar biasa! Jangankan membuka halaman yang barusan diklik, halaman berubah tampilan saja tidak. Mengakses Gramedia.com saat itu mengingatkan saya saat masih internetan pake Telkomnet Instan.
Karena saya mau pergi, dan nggak bisa sering buka-buka internet, jadi pemesanan dilanjut oleh salah satu penghuni grup. Saya serahkan akses masuk ke akun saya ke doi. Niatnya, nanti setelah beres, tinggal saya urus pembayarannya. Kebetulan, di rumahnya masih bisa kebuka, tuh, websitenya. Walau tetap lemot.
Di pukul 14.00, kami geram. Tiba-tiba muncul pemberitahuan kalau website perlu diperbaiki dulu. Katanya, terlalu banyak pengunjung yang masuk. Website baru bisa dibuka sejam kemudian.
“Ah. Gramedia baru sekali ini yah ikut Harbolnas? belum siap nih server dan tenaganya,” celetukan ini mau nggak mau menyambar.
Tak sampai sejam, website sudah bisa diakses lagi ternyata. Tapi, baru juga satu jam setengah, website kembali down.
“Pesanan yang tadi gimana? udah ke-save belum ya, kak? udah masih shopping cart, sih,” kata si pengendali akun saya itu.
“Harusnya sih, udah yah.”
Akhirnya website kembali bisa diakses. Tapi… ini malah menyebalkan. Di pukul 16, tiba-tiba seluruh harga buku yang diskon kembali ke harga awal.
Saat itu, sudah ada 52 buku yang masuk keranjang pembelian.
Masalah Pengiriman
Karena saya punya satu pesanan yang berhasil, jadi saya menunggu proses pengiriman buku-buku yang beratnya mencapai 24kg itu.
Sejak bayar, hanya ada satu notifikasi yang saya terima dari Gramedia.com, bahwa pembayaran saya sudah diterima, dan akan dikirim melalui JNE.
Satu, dua, tiga hari saya menunggu, akhirnya resah juga. Kok belum nyampe-nyampe nih, bukunya?
Saya telponlah layanan pelanggannya. Si mas-masnya bilang, “Pembelian dari Harbolnas baru akan dikirim mulai 20 Desember, berdasarkan urutan pemesanannya.”
“Oh gitu. Sebaiknya info itu diumumkan, mas. Biar pada tau.”
Tanggal 21 Desember, tak ada juga kiriman saya sampai. Saya telpon lagi lah si layanan pelanggan itu. Kali itu, si mbak nggak bisa jawab dengan lincah. Ia tidak bisa memastikan apakah paket saya sudah dikirim, tak bisa memberi tahu paket saya itu ada di urutan ke berapa pengiriman, dan urung merespon pertanyaan tentang pengambilan langsung ke gudang Gramedia.com yang katanya ada di Cakung itu.
Sehari berselang, datang email dari layanan pelanggan. Bunyi begini:
Huah!
Tapi, bagaimana pun juga, apa yang dilakukan Gramedia.com itu adalah kebaikan, sih! Pun, jebolnya website itu adalah tanda, bahwa masyarakat kita ternyata punya hasrat pada literasi yang besar juga, yang sekalinya dikasih akses mudahnya langsung membludak, dan kesusahan dibendung.
Saya jadi ingat acara-acara bagi daging kurban, atau bagi-bagi sembako yang dilakukan oleh para dermawan saban tahun. Lekat dengan kericuhan juga, kan, tuh.
Niat baik, nyatanya, perlu diiringi dengan cara yang baik pula.
Ditunggu obral buku selanjutnya Gramedia!
Tinggalkan Balasan