Layang-layang

Di depanku entah ada apa

mataku nyangkut di meja. 
Pikiranku bersayap.
Mulutku bernyanyi, telingaku tak mendengarnya. 
Dan masih saja ada yang iseng bertanya, \”Jika yang menangis adalah hati, apakah air yang dikeluarkannya tetap disebut air mata?\”
Dua sendok Yogyakarta dua sendok Banda Neira
diaduk pada air Jakarta: porak poranda.
Gelas yang penuh kekosongan itu kuangkat.
Bersulang,
kita ambruk. 
Penonton berdiri dan bertepuk dada. 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: