Februari ini saya genap setahun menulis untuk Provoke!, majalah yang proses menulis untuknya memacu saya untuk menjadi tengil walau pun merasa ‘kecil’, agar bisa meracik pengalaman kolektif menjadi tulisan kreatif, nyelipin makna dalam kemasan jenaka, dan memercik pemikiran kritis dengan seruan manis tanpa sinis.
Awalnya terasa gampang, lama-lama jadi menantang
Katanya, Provoke! harus ditulis dengan tanda seru. Semoga saja, apa yang udah saya lakukan seenggaknya bisa jadi titik yang menopang tanda serunya Provoke!
Semangat dulu, ah.
Tinggalkan Balasan